Pages

Ads 468x60px

,

Download

Rabu, 12 Juni 2013

PANCASILA IDEOLOGI PENDIDIKAN INDONESIA



PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, dimana wilayahnya terdiri dari beberapa suku, bahasa, serta agama. Dari kekayaan itu dapat menjadikan negara Indonesia sebagai nagara yang kaya, yang memberi rahmat bagi semua manusia, toleran yang tinggi, humanis, dan bukan sebaliknya. Akan tetapi dalam kenyataannya Indonesia merupakan salah satu dari negara yang tergolong rawan konflik. Bermacam-macam konflik yang melatar belakanginya, baik dari segi agama, bahasa, ras, udaya, politik, dan lain sebagainya. Indonesia terasa sulit jika keadaan yang semakin hari semakin tereduksi kesadaran multikulturalisme-nya. Sebagai contoh yang belum lama ini kita saksikan di layar televisi tentang kekerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang membawa-bawa nama agama dalam aksi kekerasannya. Hal ini sungguh memperihatinkan bagi kita semua generasi penerus sekaligus pengamat pendidikan.
Begitupun dengan masalah pendidikan, Indonesia masih kebingungan dalam menghadapi konflik antar pelajar. Pendidikan yang “katanya” menghantarkan rakyat dalam kemajuan mental sosial, kedewasaan, serta bermoral dan bermartabat, akan tetapi tawuran sebagai lambang kebobrokan moral masih saja menjadi simbol pendidikan Indonesia

Di tambah lagi dengan masalah pendidikan lainnya yang bersangkutan dengan ideologi, sebenarnya apa yang menjadi pijakan awal dari pendidikan di Indonesia itu dalam praktek masih belum jelas arahnya. Pemikiran dan realitas dilapangan belum bisa dimengerti oleh khalayak pendidikan itu sendiri. Indonesia yang seharusnya mapan dengan ideologinya (Pancasila), akan tetapi lebih mengedepankan ideologi barat yang tidak jarang hal itu justru tidak cocok dengan ranah masyarakat Indonesia.
Corak kebrobrokan juga diperlihatkan oleh para aparatur negara yang semakin rumit dijelaskan. Sudah anggaran negara untuk pendidikan sendiri itu kecil (20% dari dana APBN), tetapi masih ada saja yang menggunakan dana tersebut sebagai ladang pencurian masal.
Salah satu kutipan mengatakan bahwa, negara yang maju itu akan dapat dicapai dengan adanya pendidikan yang maju pula. Maju tidaknya suatu negara akan dapat diukur dengan pendidikan yang ada didalamnya.
Dengan pernyataan di atas, yang menjadi pertanyaan adalah; Bagaimana pendidikan yang ada di Indonesia? Apa peran pendidikan menurut Pancasila? Harus bagaimana pendidikan dalam menghadapi masalah-masalah seperti yang ada saat ini?
Dari pertanyaan diatas, diharapkan mahasiswa mampu mempunyai pandangan baru tentang pendidikan, yang kemudian dengan pandangan tersebut  mampu menciptakan pendidikan sebagai wahana kemajuan bangsa Indonesia yang tentunya dipelopori langsung oleh kita semua.


PEMBAHASAN

A.    PANCASILA
a.      Pengertian dan Sejarah Pancasila
Secara etimologis istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta). Munurut Mohammad Yamin dalam bahasa Sansekerta perkataan “Pancasila memiliki dua arti secara leksikal yaitu:
“panca” artinya “lima”
“syila” dengan vokal i artinya “batu sendi”, “alas” atau “dasar”
“syiila” dengah vokal i artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting, yang senonoh”
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia terutama bahasa Jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksud adalah istilah “Panca Syila” yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”[1].
Membahas tentang sejarah pancasila tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Pada masa perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan, terjadi sebuah perjanjian politik antara Jepang dan Indonesia. Pada tanggal 29 April 1945 Pemerintah Militer Jepang di Indonesia membentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritsu Zyumbi Tjosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI ini pada tanggal 28 Mei 1945 disahkan oleh Panglima Tentara ke-16 Jepang di Jawa, yaitu Letnan Jendral Kumakici Harada. Adapun tujuan atau tugas dari Badan ini adalah mempersiapkan segala hal yang tentang kemerdekaan. Badan ini diketuai oleh K.R.T Radjiman Widiodiningrat. BPUPKI hanya memiliki dua kali masa siding, yaitu:
a.       Sidang pertama dilaksanakan dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945
b.      Sidang kedua dilaksanakan dari  tanggal 10 Juni 1945 sampai dengan tanggal 16 Juni 1945
Pada sidang pertama dalam pidatonya Dr. Radjiman meminta pandangan para anggotanya mengenai dasar Negara Indonesia yang akan dibetuk itu. Hal ini mendapat sambutan baik dari para anggotanya. Dan tiga orang diantara anggotanya yaitu Dr. Muhammad Yamin, Prof. Soepomo dan Ir. Soekarno memberikan kontribusi mengenai konsep-konsep dasar Negara, yaitu sebagai berikut :
a.       Muhammad Yamin, melalui pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945 merumuskan dasar Negara sebagai berikut:
1)      Peri Kebangsaan
2)      Peri Kemanusiaan
3)      Peri Ketuhanan
4)      Peri Kerakyatan
5)      Kesejahteraan Rakyat
Kemudian secara tertulis beliau mengajukan rumusan sebagai berikut :
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kebangsaan Persatuan Indonesia
3)      Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)      Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
b.      Soepomo, pada tanggal 13 Mei 1945 mengajukan rumusan sebagai berikut:
1)      Persatuan
2)      Kekeluargaan
3)      Keseimbangan lahir dan batin
4)      Musyawarah
5)      Keadilan rakyat
c.       Soekarno, pada tanggal 1 Juni 1945 mengajukan rumusan sebagai berikut:
1)      Kebangsaan
2)      Internasionalisme atai Peri Kemanusiaan
3)      Mufakat atau Demokrasi
4)      Kesejahteraan Sosial
5)      Ketuhanan Yang Maha Esa
Oleh Soekarno dan atas petunjuk ahli bahasa rumusan tersebut dinamakan dengan Pancasila.
Dalam “Piagam Jakarta” juga dirumuskan konsep dasar Negara sebagai berikut:
1)      Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3)      Persatuan Indonesia
4)      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan tersebut menjadi salah satu bagian dari Rancangan Pembukaan UUD 1945. Namun dalam prosesnya kemudian sila pertama dalam rumusan diatas mengalami perubahan, yaitu dari rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan tersebut disebabkan adanya keberatan dari bangsa Indonesia di wilayah bagian Timur Indonesia yang beragama nasrani.
Dengan demikian rumusan Pancasila yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah rumusan yang otentik, yaitu sebagai berikut:
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3)      Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[2]
B.     PENDIDIKAN
a.       Pengertian
Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui 2 istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu pedagogi dan pedagoik. Pedagogi berarti “pendidikan” sedangkan pedagoik artinya “ilmu pendidikan”[3]. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Secara luas pendidikan  juga dapat diartikan sebagai:
1.      Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (piker, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan-keterampilannya).
2.      Pendidikan berarti lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, system dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.
3.      Pendidikan berarti pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya[4].
b.      Peran dan Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu secara sadar perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi pendidikan secara makro ialah sebagai alat:
1.      Pengembangan pribadi;
2.      Pengembangan warga Negara;
3.      Pengembangan kebudayaan;
4.      Pengembangan bangsa.
Menurut Dirto Hadisusanto, fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilaksanakan oleh pendidikan yang tertuju pada manusia yang dididik maupun kepada masyarakat tempat ia hidup. Bagi diri sendiri fungsi pendidikan adalah untuk menyiapkan dirinya menjadi manusia secara utuh dan dapat menuanaikan tugas hidupnya dengan baik. Sedangkan fungsi pendidikan terhadap masyarakat dibagi dalan 2 bagian yaitu fungsi preservative dan fungsi direktif [5]. Selain itu pendidikan mempunyai fungsi untuk menyiapkan sebagai manusia, menyiapkan tenaga kerja, dan menyiapkan warga Negara yang baik.
Bagi bangsa Indonesia, fungsi pendidikan diatur dalam pasal 2 UU No. 20 tahun 2003 pasal 3, yaitu untuk “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang memartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.
c. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Menurut M.J Langeveld ada enam macam tujuan dalam pendidikan, yaitu:
1.      Tujuan umum, total atau akhir,
2.      Tujuan khusus,
3.      Tujuan tak lengkap,
4.      Tujuan sementara,
5.      Tujuan intermedier, dan
6.      Tujuan insidental.
Di Indonesia, pemerintah telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran itu di dalam undang-undang no. 12 tahun 1954, pasal 3 dan 4 sebagai berikut: [6]
Pasal 3     : Tujuan pendidikan dan pengajaran yaitu membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 4     : Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam “Pancasila” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. 
Di dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembanguanan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”.
Karakteristik proses pendidikan mempunyai tiga sifat utama yaitu:
1.      Proses pendidikan merupakan suatu tindakan performatif. Artinya pendidikan diarahkan kepada tindakan untuk mencapai sesuatu. Proses ini bertujuan bukan hanya untuk mencapai tujuan individu melainkan tujuan untuk bersama memajukan tujuan bersama.
2.      Tindakan pendidikan merupakan tindakan reflektif.[7] Artinya dari pelaksanaan pendidikan dikaji benar akan akuntabilitas tindakan tersebut, atau dalam kata lain sampai dimana tindakan tersebut bermanfaat bagi pengembangan individu dan seklaigus bermanfaat bagi kemaslahatan bersama.
3.      Proses pendidikan merupakan suatu tindakan yang sadar tujuan.[8] Artinya pendidikan di tuntun oleh suatu sistem norma dan nilai secara refektif telah dipilih untuk peserta didik.
C.    PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI PENDIDIKAN INDONESIA
Sebelum kita melanjutkan pembahasan tentang Pancasila Sebagai Ideologi, disini penulis akan mengulas sedikit tentang makna dari ideologi untuk menyamakan persepsi kita masing-masing.
Pengertian umum dalam masyarakat Indonesia mengenai ideologi adalah sesuatu yang berkaitan dengan agama. Dalam hal ini agama mengenal dengan istilah syahadat, baik dalam umat Islam ataupun umat Kristiani. Syahadat bersifat transenden karena didasarkan atas wahyu.[9]
Pengertian yang populer dikalangan masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa ideologi adalah prinsip-prinsip yang mendasari kehidupan bersama masyarakat Indonesia dan itu merupakan tujuan dari kehidupan bersama. Hal ini sangat jelas melenceng sekali dengan apa yang diharapkan oleh ideologi itu sendiri. Karena di lihat dengan kasat mata antara ideologi dengan syahadat merupakan dua hal yang sangat berbeda. Dimana ideologi itu berasal dari manusia, akan tetapi syahadat adalah dari Tuhan.
Kemudian masalah selanjutnya merupakan inti dari makalah ini yaitu Pancasila Sebagai Ideologi Pendidikan di Indonesia. Tidak dapat disangkal bahwasannya Pancasila merupakan pandangan negara, masyarakat, serta semua elemen yang ada dinegara Indonesia, tidak menafikan pendidikan. Suatu ideologi akan lestari kalau terbukti keuletannya atau ketahanan dalam ujian kehidupan bersama.
Sebagai landasan, Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam konteksyang bersifat substansial, pembangunan karakter bangsa memiliki makna pembangunan manusia bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila.[10] Disini jelas bahwa untuk membangun kesadaran bangsa akan segala problem yang ada kita harus kembali pada fitrah bangsa indonesian itu sendiri (Pancasila). Sebagai koreksi diri bahwasannya kemunduran atau ketertinggalan bangsa indonesia dalam bidang pendidikan merupakan suatu ketidak konsistenan Indonesia sendiri dalam bidang ideologi, kurang sadar kalau kita mempunyai ideologi, bahkan terkesan indonesia sebagai negara konsumtor ideologi negara lain.
Pancasila sebagai ideologi dalam pendidikan bukan hanya mengandung aspek-aspek rasional tetapi juga mengandung aspek-aspek emosional yang berarti mengembangkan intelegensi spiritual dan intelegensi emosional dari peserta didik sebagaimana setiap ideologi dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa.[11] Hal ini mengindikasikan bahwa bukan hanya keyakian kasat mata yang diyakini, bukan hanya materi yang terus dikejar, akan tetapi mempunyai instrumen lebih penting untuk hal tersebut. Yaitu intelegensi spiritual dan emosional. Dari ketiga intelegensi itu diharapkan mampu mengembangkan ketiganya tanpa timpang-tindih.
Dibawah ini merupakan penafsiran tentang nilai-nilai yang ada pada Pancasila dan dikontekstualisasikan dengan pendidikan.
a.       Ketuhanan Yang Maha Esa
Telah menjadi kenyataan bangsa Indonesia banhwa pelaksanaan negara (pendidikan) harus senantiasa berdasarkan nilai-nilai dari Tuhan.[12]
Dalam masalah pendidikan di Indonesia saat ini sebenarnya sudah mengerti tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, yang didalamnya terdapat doktrin dan ajaran tentang nilai-nilai moral, spiritual yang mesti dianut oleh segenap bangsa Indonesia. jika pendidikan sudah diorientasikan langsung dengan sila pertama dalam pancasila ini, maka jelas pendidikan di Indonesia akan mempunyai integritas yang lebih tinggi dari sebelumnya. Masalah-masalah yang terjadi dengan pendidikan akan selesai bila disangkutkan dengan nilai  Ketuhan Yang Maha Esa.
Di dalam sila pertama ini terkandung nilai-nilai religius diantara lain:
a)      Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat-Nya Yang Maha Sempurna.
b)      Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
c)      Kepercayaan adanya nilai-nilai suci dari ajaran agama yang harus ditaati demi kebehagiaan hidup manusia.
d)     Nilai ketuhanan sebagai nilai religius meliputi dan menjiwai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.[13]
b.      Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Ditarik kepada dunia pendidikan, dengan sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama kewajiban dan hak asasinya tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya. Karena itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusiam sikap tenggang rasa dan “tepa salira” serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. Kemanusian yang adil dan beradap berarti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusian dan berani membela kebenaran dan keadilan.[14]
Kemudian penulis tarik kesimpulan dalam pengertian diatas bahwa pada sila ke-dua ini terdapat nilai-nilai sebagai berikut:
a)      Pengakuan terhadap adanya harkat dan martabat manusia dengan segala hak asasinya.
b)      Pengakuan adil terhadap sesama dengan memperlakukan dan memberikan sesuatu yang teelah menjadi haknya.
c)      Manusia beradab dengan cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sebagai landasan bertindak sesuai nilai-nilai hidup manusiawi   
d)     Nilai kemanusiaan diliputi dan dijiwai ketuhanan serta meliputi dan menjiwai persatuan, kerakyatan dan keadilan.
c.       Persatuan Indonesia
Isu yang sering kita jumpai di media masa adalah dalam kurun waktu terahir adalah pendidikan belum mampu secara sempurna untuk mempersatukan antar sesama manusia (pelajar). Sering terjadinya tawuran yang dilakukan oleh pelajar menurut penulis itu merupakan indikasi bahwa pendidikan di Indonesia masih kurang tanggap terhadap adanya perbedaan. Sila ke-tiga ini kalau ditafsirkan secara rinci maka akan muncul seperti dibaawah ini yang kemudian dilanjutkan sebagai acuan pendidikan Indonesia.
a)      Persatuan sekelompok manusia yang menjadi warga negara Indonesia dengan dasar cita-cita hidup bersama.
b)      Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.
c)      Semangat ke”Bineka Tunggal Ika”an suku bangsa memberikan arah dalam pembinaan kesatuan bangsa.
d)     Nilai persatuan diliputi dan dijiwai ketuhanan dan kemanusiaan, meliputi dan menjiwai kerakyatan dan keadilan.
d.      Kerakyatan Yang Di Pimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Dan Keadilan
Kalau kita tarik pada ranah pendidikan, sila ke-empat ini mengindikasikan bahwa pendidikan bukan hanya dipenuhi oleh kebutuhan pasar dan selanjutnya dijual-belikan. Lebih dari itu semua pendidikan merupakan pengembangan yang dilakukan oleh pendidik untuk pemberdayaan masyarakat. Sering kita jumpai kata-kata “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rangyat”.
Selanjutnya didalam sila ini terdapat kata “pimpin”, dipimpin ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin secara keseluruhan merupakan seorang figur manusia ideal. Semakin tinggi jabatan kepemimpinann, maka harus semakin tinggi standar ideal yang harus diterapkan. Pemimpin ini mencakup bukan hanya wakil rakyat, akan tetapi lebih dari itu termasuk petinggi negara, tokoh masyarakat dan lain-lain.[15] Dan kalau pendidikan sudah mengarah pada ranah tujuan ini, maka tidak ada lagi istilah ketimpangan dalam hak belajar-mengajar seperti sekarang ini.
Kemudian nilai yang terkandung pada sila ke-empat antara lain:
a)      Kedaulatan negara di tangan rakyat dipimpin oleh hikmat kebijaksaan berlandaskan penalaran yang sehat.
b)      Manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
c)      Musyawarah mufakat dalam kenegaraan oleh wakil-wakil rakyat demi kebersamaan dengan dasar kekeluargaan.
d)     Nilai kerakyatan diliputi dan dijiwai ketuhanan, kemanusiaan, dan menjiwai keadilan.
e.       Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ke-lima dalam pelaksanaannya tidak dapat terpisah dari sila-sila sebelumnya. Dimana sila ke-lima ini merupakan aplikasi dari keseluruhan sila pada pancasila.[16]
Inti dari sila ke-lima ini adalah semua sila-sila pada Pancasila. Dimana dalam keadilan sosial terdapat hak, dan kewajiban. Masyarakat dalam mengakses pendidikan juga merupakan hak dan juga kewajiban bagi dirinya untuk kemudian disembangkan kepada negara. 
Nilai-nilai keadilan sosial, antara lain:
a)      Keadilan dalam kehidupan sosial meliputi semua bidang kehidupan nasional untuk seluruh rakyat indonesia
b)      Cita-cita masyarakat adil makmur material dan spiritual, merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
c)      Keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta cinta kemajuan dan pembangunan yang selaras serasi dan seimbang.
d)     Nilai keadilan sosial diliputi dan dijiwai oleh sila ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan.
 

KESIMPULAN
            Banyak uraian diatas yang membahas tentang pendidikan, pancasila, serta yang paling penting yaitu Pancasila Sebagai ideologi Pendidikan Indonesia.
Dapat ditarik esimpulan bahwa untuk memajukan pendidikan tidak terlepas dari visi dan misi pendidikan itu sendiri. Ideologi merupakan suatu komponen yang sangat penting didalamnya.
Keterpurukan pendidikan Indonesia merupakan kurang yakinnya bangsa Indonesia tentang pancasila sebagai ideologi, sehingga yang terjadi adalah mengikuti negara lain dan juga mengadopsi ideologinya. Seperti halnya yang dikatakan oleh dosen kita (Bapak Agus Nur Yatno) beberapa minggu lalu, beliau mengatakan bahwa sebenarnya bangsa Indonesian ini bisa maju serta bersaing dengan negara-negara lain, jika memang bangsa kita bisa konsesten dengan apa yang dimiliki, khususnya dalam masalah ideologi yang tidak mudah terpengaruh oleh ideologi-ideologi lain yang belum tentu kejelasannya jika di kontekkan dengan kondisi indonesia yang serba plural ini.
Untuk membenahi persoalan negara, khususnya dalam bidang pendidikan kita harus menyadari tujuan serta fungsi pendidikan itu sendiri, serta mengkaji ulang tetang nilai-nilai pancasila sebagai ideologi untuk menanggapi keaneka ragaman penduduk bangsa. Kemudian tidak terabaikan pula mengenal Indonesia secara benar merupakan jalan yang penting, dimana Indonesia mempunyai Pancasial yang dilambangkan adanya burung garuda yang memberi simbol keluasan/kekuatan. Seperti yang dikatakan oleh penyair sekaligu filsuf dari Italia Giacomo Leopardi (1798-1837) bahwa “Manusia terlihat konyol ketika mereka mencoba menampilkan diri bukan sebagai dirinya” (Seputar Indonesia: Jum’at,20 April 2012.hlm.1).

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor, Ms.Pendidikan Pancasila.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010)
Budiyono, Kabul. Pendidikan Pancasila, (Alfabeta : Bandung, 2009)
DPP Bakat minat UIN Sunaa Kalijaga.Pendidikan Karakter.(Yogyakarta:Aura Pustaka.Jl.Sidodadi UH II No 399.2011)
Ihsan, Fuad. Dasar-dasar Kependidkan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
Kaelan,M.S, Pendidikan Pancasila, (Paradigma: Yogyakarta,2008)
Purwanto, Ngalim, MP, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)
Siswoyo, Dwi, dkk, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2008)
Tilaar, H.A.R. Kekuasaan dan Pendidikan.(Magelang:Indonesia Tera, 2003)
Tim Dosen IKIP, Dasar-dasar Kependidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1990)



[1] Prof. Dr. Kaelan,M.S, Pendidikan Pancasila, Paradigma :  Yogyakarta 2008,  hal. 21

[2] Dr. H. Kabul Budiyono, Pendidikan Pancasila, Alfabeta : Bandung, 2009, hal 21-33
[3]  Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidkan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005) hal, 1
[4] Tim Dosen IKIP, Dasar-dasar Kependidikan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1990) hal5
[5]  Dwi Siswoyo, dkk, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2008) hal 79
[6] Drs. Ngalim Purwanto, MP, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal 27-28
[7] H.A.R. Tilar. Kekuasaan dan Pendidikan.(Magelang:Indonesia Tera, 2003).hlm.119
[8] H.A.R. Tilar. Kekuasaan dan Pendidikan.(Magelang:Indonesia Tera, 2003).hlm.119
[9] H.A.R. Tilar. Kekuasaan dan Pendidikan.(Magelang:Indonesia Tera, 2003).hlm.118
[10] DPP Bakat minat UIN Sunaa Kalijaga.Pendidikan Karakter.(Yogyakarta:Aura Pustaka.Jl.Sidodadi UH II No 399.2011). hlm.28
[11] H.A.R. Tilar. Kekuasaan dan Pendidikan.(Magelang:Indonesia Tera, 2003).hlm.124
[12] Drs. Kaelan, M.S.Filsafat Pancasila.(Yogyakarta:Paradigma,Perum.Nogo Tirto III Jl. Bromo C97.2002).hlm147
[13] Noor Ms Bakry.Pendidikan Pancasila.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010).hlm305
[16] Drs. Kaelan, M.S.Filsafat Pancasila.(Yogyakarta:Paradigma,Perum.Nogo Tirto III Jl. Bromo C97.2002).hlm220
 

0 komentar:

Posting Komentar

Translate